Rabu, Januari 19, 2011

PANAS BUMI, PENGEMBANGAN DAN DUKUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

PANAS BUMI, PENGEMBANGAN DAN DUKUNGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pengembangan sumber panas bumi di Indonesia sebenarnya tergolong sudah lama dilakukan. Berdasarkan catatan pengembangan sudah dilakukan sejak jaman penjajahan Belanda. Pengembangan yang pertama dilakukan adalah terhadap sumber panas bumi Kamojang, Garut, Jawa Barat. Hingga saat ini, sumber panas bumi Kamojang masih bisa dimanfaatkan. Secara umum pengembangan sumber panas bumi di Indonesia bisa dikelompokan ke dalam era sebelum kemerdakaan, pra UU nomor 27 tahun 2003 dan era atau setelah terbitnya UU nomor 27 tahun 2003.

Saat usai kemerdekaan RI, pengembangan sumber panas bumi bisa dikatakan berhenti atau tidak ada kegiatan. Hal ini bisa dimaklumi karena, bangsa Indonesia ketika itu tengah mengalam peperangan mempertahankan kemerdekaan. Pengembangan panas bumi mulai dilakukan lagi pada tahun 1970-an atau era pra UU nomor 27 tahun 2003. Kegiatan pengembangan panas bumi berlangsung cukup intensif dengan dikeluarkannya Keppres nomor 16 tahun 1974. Keppres ini menugaskan Pertamina (saat itu belum ada UU Migas) untuk melaksanakan survei dan eksplorasi sumber daya panas bumi khususnya di Jawa dan Bali. Sedang untuk survei dan eksplorasi di luar Jawa-Bali dilakukan oleh pemerintah yang dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi. Survei dilakukan di pegunungan Kerinci Jambi dan Lahendong, Sulawesi Utara.

Kemudian pada tahun 1981 dikeluarkan Keppres nomor 22 tahun 1981 dan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 10/P/M/MENTAMBEN/81 serta Keppres nomor 23 tahun 1981. Berdasarkan ketentuan ini Pertamina diberi Kuasa Pengusahaan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi di seluruh Indonesia untuk membangkitkan listrik dan wajib menjual energi listrik yang dihasilkan kepada PT PLN (Persero).

Selain itu juga berlaku pula UU nomor 44 Prp tahun 1960 dan UU nomor 8 tahun 1971. Pengeculian adalah dalam hal Pajak Perseroan dan Pajak Bunga, Deviden dan Royalty. Ketentuan ini juga mengatur pajak pengusahaan sumber daya panas bumi yaitu pajak 46 persen dari penerimaan bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi. Pada saat ini Pertamina bersama kontraktor tergolong intensif melakukan eksplorasi sumber panas bumi.

Pada tahun 1991, pemerintah mengeluarkan Keppres nomor 45 tahun 1991 sebagai penyempurnaan Keppres nomor 22 tahun 1981. Selain itu juga dikeluarkan Keppres nomor 49 tahun 1991 yang mencabut Keppres nomor 22 tahun 1981. Berdasarkan ketentuan ini Pertamina dapat menjual energi uap atau listrik hasil pengusahaan sumber daya panas bumi kepada PT PLN (Persero), instansi lain, badan usaha nasional lain yang berstatus badan hukum termasuk koperasi. Adapun pajak pengusahaan sumber daya panas bumi sebesar 34 persen dari penerimaan bersih usaha hasil pelaksanaan pengusahaan sumber daya panas bumi.

Selanjutnya pada tahun 2000 dikeluarkan Keppres nomor 76 tahun 2000 yang mencabut Keppres nomor 22 tahun 1981 dan Keppres nomor 45 tahun 1991. Ketentuan yang lahir di era reformasi ini mencabut monopoli pengusahaan panas bumi oleh Pertamina. Perlakuan sama terhadap semua pelaku bisnis geothermal di Indonesia. Sedang untuk pajak masih berlaku ketentuan lama sebelum ada ketentuan baru (iuran eksplorasi) dan pajak pengusahaan dsbnya.

Sebelum diberlakukan UU nomor 27 tahun 2003 diawali dengan diterbitkannya KUBE tahun 1998 yang mengatur diversifikasi energi dan intensifikasi pencarian sumber energi. Berdasarkan KUBE 1998 dilahirkan Kebijakan Energi Nasional 2003. Pada sisi pengaturan Kebijakan Industri Hulu dilakukan dengan meningkatkan inventarisasi dan evaluasi potensi melalui eksplorasi secara intensif untuk mengubah status potensi sumber daya spekulatif dan hipotetik menjadi cadangan terduga, mungkin dan terbukti.

Pada tahun 2003 DPR dan Pemerintah berhasil menyelesaikan UU nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Materi penting dari UU ini adalah memberikan kewenangan, peran aktif dan peluang yang lebih besar kepada daerah untuk dapat mengelola sumber daya panas bumi (aspek legislasi, perijinan dan pengawasan). Selain itu juga diatur melalui peraturan turannnya bahwa pengusahaan sumber melalui proses lelang Wilayah Kerja Panasbumi (WKP) sebelum mendapat Ijin Usaha Pengusahaan (IUP).

Pada tahun 2005, melalui Strategi Pengelolaan Energi pada Pengembangan Industri Energi Nasional 2005 ditegaskan mengenai peningkatan keamanan pasokan energi. Selain itu juga ditetapkannya target peningkatan kontribusi sumber daya panas bumi dalam sasaran bauran energi nasional dari 2 persen pada tahun 2005 menjadi 5 persen (9500 Mwe) pada tahun 2025.

Kemudian, berbagai ketentuan dikeluarkan pemerintah untuk mendorong pengembangan potensi sumber daya panas bumi. Seperti Permen ESDM nomor 005/2007 dan Permen ESDM nomor 2/2009 mengenai penugasan Survei Pendahuluan oleh Menteri kepada badan usaha yang dilaksanakan atas biaya dan resiko sendiri. Permen ESDM nomor 11/2008 tentang Tata Cara Penetapan WKP Panas Bumi. Permen ESDM nomor 14/2008 tentang Harga Patokan Penjualan Tenaga Listrik dari PLTP. Permen ESDM nomor 269-12/26/600.3/2008 tentang Biaya PokokPenyediaan Tenaga Listrik tahun 2008 yang disediakan oleh PT PLN. Permen ESDM nomor 05/2009 mengenai Pedoman Harga Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN dari Koperasi atau badan usaha lain. Serta Permen ESDM nomor 11/2009 mengenai Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Panas Bumi.

Secara umum, berdasarkan UU Panas Bumi dan beberapa Permen tersebut memberikan kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. Baik itu menyangkut perijinan maupun aspek legilasi. Oleh sebab itu pemerintah daerah dituntut menyiapkan Sumber Daya Manusia yang memadai guna menjalankan pengawasan maupun pembinaan. Sedang pada Permen ESDM nomor 11/2009 memuat mengenai jaminan kesungguhan yang besarnya sebesar 10 miliar dolar AS. Jaminan kesungguhan adalah salah satu

persyaratan untuk mendapat IUP bagi perusahaan yang mengajukan ijin untuk mengembangkan panas bumi.

Pemerintah dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan melakukan Survei Pendahuluan (termasuk eksplorasi), perijinian, pembinaan dan pengawasan usaha panas bumi sesuai kewenangan masing-masing. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan data yang dijadikan dasar penetapan WKP Oleh Menteri ESDM. Selanjutnya, WKP inilah yang proses pelelangannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Untuk WKP yang berada di lokasi Kabupaten/Kota dilakukan Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk yang berlokasi di antara wilayah Kabupaten/Kota dilakukan Pemerintah Provinsi. Selanjutnya untuk yang berlokasi diantara dua Provinsi dilakukan oleh Pemerintah Pusat.

Secara umum Penetapan WKP Panas bumi sebagaimana diatur dalam Permen ESDM nomor 11 tahun 2008 meliputi tingkat penyelidikan dan statuts lahan. Tingkat penyelidikan bertujuan untuk mendapatkan data sudah dapat mendeliniasi gambaran awal sistem panas bumi yang meliputi sumber panas, reservoir (luas dan kedalaman), batuan tertutup, sifat fisik dan kimia fluida (temperatur dan unsur kimia) dan daerah recharge dan discharge. Mengenai status lahan (tata ruang dan penggunaan lahan) bahwa diluar kawasan konservasi (Taman Nasional) dan daerah terlarang lainnya menurut Undang-Undang yang berlaku.

Selain melakukan Survei Pendahuluan, pemerintah juga memiliki hak untuk menugaskan pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan. Pada dasarnya Survei Pendahuluan ini merupakan right Pemerintah, artinya bisa diberikan kepada pihak lain atau dilakukan sendiri. Beberapa indikasi sumber daya panas bumi di beberapa daerah telah diberikan kepada pihak lain untuk melakukan Survei Pendahuluan.

Sebenarnya, berdasarkan Survei Pendahuluan berupa Survei Geologi, Geokimia dan Geofisika bisa didapatkan gambaran awal sistem panas bumi.
Baik itu mengenai dimensi reservoir, suhu atau temperatur fluida dsbnya. Ini menunjukan bahwa manifestasi permukaan merupakan path finder tentang keberadaan reservoir. Artinya, keberadaan sumber panas bumi ditandai beberapa manifestasi dipermukaannya. Misalnya, jika ada sumber air panas permukaan maka besar kemungkinan dibawah permukaan terdapat sumber panas bumi.

Oleh sebab itu keberadaan sumber panas bumi sangat berbeda dengan minyak dan gas bumi. Umumnya, keberadaan sumber daya migas lebih sulit di duga dibanding sumber panas bumi. Antara terbentuk, terkumpul maupun keberadaan migas memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi untuk mencarinya dibanding sumber panas bumi. Asal sumber panas bumi tergolong dewasa, tidak muda dan tidak tua, bisa diduga dibawah permukaan terdapat sumber panas bumi. Gambaran Manifestasi permukaan sumber panas bumi tersebut antara lain bisa dilihat pada dua gambar berikut ini, yaitu manifestasi permukaan model high terrain dan flat terrain.

Kendala Pengembangan

Pengembangan sumber energi panas bumi yang tergolong masih kecil hingga saat ini

terutama akibat masih terdapat berbagai kendala. Seperti, investasi awal yang membutuhkan dana besar. Sebab tahap eksplorasi sumber panas bumi memiliki resiko tinggi sehingga berdampak pada aspek pembiayaan, nilai keseluruhan proyek hingga penghitungan harga uap untuk menggerakan turbin pada PLTP. Selain membutuhkan dana besar juga menghadapi resiko kegagalan (dry).

Untuk itulah diperlukan peran pemerintah guna melakukan Survei Pendahuluan, bahkan jika diperlukan hingga pelaksanaan pemboran eksplorasi. Hanya saja untuk melakukan pemboran eksplorasi membutuhkan dana yang tergolong besar. Sekitar 6 juta dolar AS untuk pemboran setiap sumur. Sementara, dana yang dimiliki pemerintah sangat terbatas. Sehingga, jika untuk membiayai pemboran bisa menyedot anggaran negara yang terbatas itu. Sedang untuk Survei Pendahuluan relatif lebih murah sehingga bisa dilakukan oleh pemerintah.

Beberapa negara yang memiliki sumber panas bumi melakukan berbagai pola untuk mengembangkan sumber energi terbarukan ini. Negara Selandia Baru mengambil alih pelaksanaan dan pembiayaan Survei Pendahuluan hingga pemboran eksplorasi. Sehingga biaya pengembangan sumber panas bumi di negara tersebut menjadi relatif rendah bagi investor. Negara Iceland dan Italia tidak melakukan pembiayan pemboran eksplorasi. Namun umumnya tetap memiliki metode antara lain berupa Green Certificate maupun memberlakukan insentif dengan cara menyisihkan dana pengembangan energi fossil.

Untuk itu guna tetap mendorong pengembangan sumber panas bumi, serta sebagai strategi menghadapi realitas besarnya dana investasi, disarankan usaha pengembangan panas bumi sebaiknya dimulai dari sumber-sumber panas bumi yang berkapasitas kecil. Selanjutnya baru dilanjutkan untuk mengembangkan potensi sumber panas bumi yang berkapasitas lebih besar. Pola ini selain bertujuan mengatur skala prioritas juga untuk memperkuat kemampuan penguasaan teknologi, pengalaman dan pengembangan sumber panas bumi dimulai yang beresiko rendah. Modal inilah yang selanjutnya dimanfaatkan untuk pengembangan potensi yang berkapasitas besar.

Selain itu, pemilihan perusahaan yang mengembangkan sumber panas bumi juga bagi perusahaan yang memiliki kompetensi di bidang panas bumi. Sebab, berdasarkan kenyataan selama ini terdapat pula perusahaan yang tidak memiliki kompetensi dalam bidang panas bumi ikut proses pelelalangan pengusahaan panas bumi. Akibatnya, beberapa WKP yang sudah dilakukan pelelangan tidak kunjung dikerjakan. Hal ini selain diduga akibat faktor pendanaan juga disebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki kompetensi yang memadai dalam bidang pengembangan panas bumi.

Peran PT PLN (Persero) sebagai pembeli tunggal dalam energi listrik yang dihasilkan dari PLTP membuat posisi tawar pengembang sumber panas bumi menjadi relatif lebih lemah. Selama ini harga jual listrik panas bumi menjadi ganjalan bagi pengembangan sumber panas bumi. Sebab, kepastian mengenai pembeli dan harga jual menjadi faktor menentukan pengembangan panas bumi. Sebelum ada kepastian mengenai pembeli dan harga jual, maka sumber panas bumi belum bisa dilakukan pengembangan.

Untuk itulah intervensi atau peran pemerintah sangat menentukan dan diperlukan dalam ikut menetapkan harga jual listrik panas bumi. Praktek keterlibatan pemerintah untuk ikut menetapkan harga jual listrik panas bumi juga dilakukan di beberapa negara lain yang juga memiliki potensi panas bumi. Kini harga jual panas bumi sudah ditetapkan oleh pemerintah. Tinggal menunggu respon kalangan investor untuk mengembangkan potensi panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik di tanah air.(*)

1 komentar:

  1. Dear Pak Agus Subagya,

    Mohon ijin untuk memasukkan tulisan Bapak menjadi salah satu referensi dalam penelitian thesis saya.

    Terima Kasih.

    Regards,

    Elfa

    BalasHapus